Luka Sang Bunga (bag 2)
Selasa, 16 Juli 2013
07.00 //
Bunyi alarm itu terdengar sangat bersemangat. Entah apa yang membuat
suara itu terasa seperti semangat pagi yang luar biasa. Mungkin saja
karena sudah dua bulan aku tidak mengaktifkan alarm tersebut. Jadi,
ketika alarm itu berbunyi lagi terdengar sangat bersemangat. Memang
hebat, alarm yang berbunyi hanya sekali saja dapat membangunkan aku dari
tidur lelapku malam ini.
Sabtu, 12 September.
Hari pertama aku masuk kuliah. Rasanya senang sekali. Setelah lima bulan
berdiam diri tanpa rutinitas yang tetap. Kini aku memulainya di tempat
yang berbeda, suasana yang berbeda, semangat yang berbeda, dan yang
pasti sebutan yang berbeda.
“Ciee… Mahasiswa nih ye” kata Ibu meledekku yang sedang sarapan roti, pagi itu.
“Ih apa sih Ibu?” jawabku tersipu malu.
“Kenapa masih pakai baju putih abu-abu?”
“Oyah ?” aku melihat diriku, “ya Allah. Beneran salah kostum.”
“Ya sudah sana ganti baju yang keren dulu.”
“Oke” berjalan menuju kamar dan segera mengganti baju.
“Naaaah udah bener kan, Bu?”
“Udah. Keren kok, tapi sayang, masih aja keliatan kayak anak SMA.”
“Berarti Flower keliatan masih muda dong?”
“Emang kamu masih muda, Flo. Kalau Ibu, baru sudah tua.”
Aku tersenyum, “iya emang Ibu udah tua. Kan udah punya anak perempuan yang jadi mahasiswa.”
“Flower. Ini motor kamu udah siap. Inget yah hati-hati!” selak Ayah yang baru saja selesai memanaskan mesin motorku.
Aku keluar dan melihat kendaraan yang baru dua minggu parkir di rumah kecil ini.
“Terima kasih Ayaaaaah” aku mencium pipinya.
“Tumben kamu cium pipi Ayah. Udah 10 tahun kayaknya kamu nggak pernah cium pipi Ayah.”
“Ah masa sih, Yah? Selama itukah?”
“Kayaknya sih gitu” lalu ia mengambil beberapa lembar kertas di saku
celananya, “nih uang bensinnya” memberikan beberapa lembar kertas itu.
“Nggak usah, Yah. Flower masih punya uang hasil dari ikut kuis beberapa
minggu yang lalu. Emang Flower sengaja menyisakan uang itu buat jajan
pertama si Putih.”
Putih adalah sebutan untuk motor baruku. Sengaja aku memberikan satu
julukan pada motor ini. Karena aku yakin, motor inilah saksi bisu
perjalanan aku di kampus.
“Oke. Ya udah, sekarang udah jam setengah tujuh. Cepat jalan!”
“Baik, Ayah” aku mengambil tas dan memakai sepatu yang juga baru aku beli seminggu yang lalu.
Sejak pengumuman
penerimaan mahasiswa baru, aku, Ibuku dan juga Eyang sibuk dengan segala
perihal yang dapat membuatku keren ketika kuliah nanti. Mulai dari
terwujudnya janji Eyang dengan si Putih, lalu Ibu yang sibuk membelikan
aku sepatu dan baju-baju yang pantas dipakai ketika ke kampus. Kalau aku
? Aku hanya mempersiapkan mental supaya tidak pingsan ketika hari
pertama kuliah.
Setelah aku selesai dengan tali di sepatuku, aku bergegas pergi dan yang pasti meminta restu kedua orang tuaku.
Si putih
membawaku dengan asiknya menuju kampus impian. Suasana pagi yang segar
dengan udara yang masih sejuk dan wajib dihirup sepuas-puasnya, karena
satu atau dua jam lagi udara ini akan lenyap. Dengan jaket yang tebal,
penutup mulut, sarung tangan, serta helm yang disiapkan oleh Ibu untuk
melindungiku menuju kampus impian.
Satu jam
perjalanan dari rumahku menuju kampus ku lewati dengan nyanyian-nyanyian
penyemangatku. Begitu senang rasanya. Melewati pintu masuk kampus itu
rasanya seperti masuk ke pintu rumah yang di dalamnya berisikan keluarga
yang harmonis. Menyenangkan.
Segera ku
parkirkan si putih di tempat yang menurutku strategis dan aman. Aku
berjalan dengan rasa percaya diri yang luar biasa menuju Fakultas Ilmu
Komunikasi. Di koridor yang lumayan panjang yang baru beberapa langkah
ku telusuri. Aku melihat seorang lelaki yang dari gayanya memang sangat
keren dan terlihat berasal dari keluarga yang berada.
Gile tuh cowok ganteng banget. Gaya nya keren. Tajir nih orang. Anak mana yah? Satu fakultas kah sama gue? Mudah-mudahan lah
Ketika kami
berpapasan, kami memang saling melontar senyum. Senyumnya indah. Terukir
proporsional di pipinya yang berisi, hidungnya yang mancung, matanya
yang sedikit terlihat sipit karena mungkin semalam ia begadang, bibirnya
yang sexy berwarna merah dan menandakan bahwa ia bukanlah perokok.
Mungkin inilah cinta pada pandangan pertama. Di hari pertama kuliah, di
awal semester satu, membuat hari ini semakin istimewa.
Dengan segera aku
menyimpan lelaki itu dalam pikiran khusuku dan aku melanjutkan mencari
kelas yang harus aku ikuti di awal ini. Ku temukan. Lalu aku masuk ke
ruangan yang bersuhu lumayan dingin karena pendingin ruangan. Aku
mencari tempat duduk yang berada di barisan kedua dari meja dosen. Aku
merapihkan dandananku ketika aku sudah duduk manis di bangku. Aku
melihat dua orang perempuan yang duduk di depanku. Gaya mereka santai,
sepertinya juga mereka memang sudah kenal sejak lama. Dengan rasa
percaya diri yang ku punya sejak alarm itu menyemangatiku, aku mengajak
mereka berkenalan.
“Hai” kata pertama yang keluar dari mulutku untuk menarik perhatian
mereka. Kabar baik, mereka merespon dengan menengok dan menjawab
sapaanku.
“Hai juga” jawab mereka kompak.
“Wah kompak. Pasti udah lama kenal deh, jadi udah nyambung.”
“Iya. Memang kita nih udah dari SMP bareng” jawab perempuan berambut
pendek, berponi depan, jujur saja di pikiranku perempuan ini pasti suka
dijulukin seperti Dora.
“Oh iya, nama gue Lucy.Alucia Devanina” ucap perempuan yang satunya lagi.
“Hai Lucy! Nama gue Flowerista Debbyanita Harrison. Kalian bisa panggil gue Flo…” aku diam, “panggil gue Debby.”
“Oke. Kalau gue Dara” ia menjabat tanganku, “gue emm maksud gue itu
kita” menunjuk dirinya dan Lucy, “iya, kita memang dari SMP bareng, dan
kita berdua dari SMA Kartini.”
“Oh kalian dari SMA Kartini?” tanyaku antusias.
“Iya, lu tau?” tanya Lucy.
“Tau, dulu sepupu gue sekolah disana.”
“Oh begitu” kata Lucy yang dipotong dengan ajakan Dara. “Sorry ya, Deb.
Kita mau ke kantin dulu. Tadi rencananya mau beli minuman. Lu mau ikut?”
“Hm… Boleh” dan kami bangkit dari tempat duduk kami.
Dalam perjalanan
pendek menuju kantin, aku melihat lelaki yang tadi pagi ku lihat. Kali
ini ia sedang berjalan dengan dua orang temannya. Dari gelagatnya,
mereka baru saling mengenal. Terlihat lelaki itu canggung dan jarang
mengobrol dengan dua orang lainnya. Sama seperti aku, Lucy, dan Dara.
Kembali ketika kami berpapasan, kami tak saling menyapa, hanya
melontarkan senyum. Untuk beberapa detik mata kami melakukan kontak,
tidak hanya senyum. Aku ingin mengenalnya, mengetahui siapa namanya,
dari SMA mana, nomor handphonenya berapa, dia tinggal dimana, dan…
“Eh, Lucy. Si Riza emang cakep banget yah. Gue denger-denger dia dari
SMA Negeri gitu di Jakarta Selatan. Liat aja gayanya, keren banget gitu.
Kayaknya sih dari sekolah favorit gitu. Terus juga gue kemarin pas
selesai OSPEK liat dia di PIM. Dia jalan sama orang tuanya gitu sih
kayaknya. Perfect banget yah” oceh Dara mengagumi seseorang yang bernama
Riza.
“Siapa Riza?” aku menyela dan sedikit penasaran.
“Itu yang barusan lewat samping kita. Cowok keren itu.”
Aku menoleh ke belakang mengarah pada lelaki yang sudah dua kali
memberikanku senyuman indahnya, “oh itu namanya Riza. Dari fakultas
mana?”
“Fakultas Ilmu Komunikasi dong. Kan dia dari tadi juga bolak-balik di
koridor ini. Cuma dia beda jurusan sama kita. Dia jurusan Broadcasting”
jawab Dara dengan pengetahuannya tentang lelaki itu.
Oh
namanya Riza, anak Broadcast lagi. Wow… coba aja waktu itu gue milihnya
Broadcasting, bukan Public Relation. Pasti gue bisa lebih deket sama
dia. Tapi tetep lah kita juga satu fakultas, pasti juga nggak susah
ketemu. Dan si Dara ini, tau banget deh tentang Riza. Jangan-jangan dia
juga jatuh cinta pada pandangan pertama nih. Waahh hari pertama langsung
punya saingan. Kayaknya mah dia juga lebih agresif deh. Yaah kalah deh
gue. Tapi… harus semangat. Demi senyumnya itu loooh.
“Deb. Deb. Kok lu bengong?” tegur Lucy.
“Ha?” aku menatapnya bingung “nggak kok nggak, ayo cepet ke kantin. Nanti telat lagi masuk kelas.”
***
Hai para pembaca The Flower’s Garden.
Salam semangat di hari pertama
masuk kuliah yah (itu buat gue). Hari ini gue dapet dua teman baru,
setelah selama tiga hari masa OSPEK gue terpelosok dalam rasa malu. Huh.
Mereka orang-orang hebat. Namanya Alucia Devanina. Cantik, ramah (itu
penilaian pertama gue sama nih orang). Dan yang satunya lagi Dara, entah
nama lengkapnya siapa. Yang pasti orang ini bawle, suka ngomong, cantik
seperti Dora di Dora The Explorer (ups sorry Dara).
Satu lagi nih teman. Waktu jalan
di koridor gue berpapasan dan senyum-senyuman sama cowok Broadcast yang
gayanya kece banget. Nama nya Riza loooh J Nama
lengkapnya gue gak tau ah, gue belum kenalan lebih lanjut. Yang pasti
nih cowok udah memikat hati gue di hari pertama ini. Hehehe oke deh
sedikit aja dulu yang gue share tentang kuliah gue.
Oh iya. Hari ini gue ketemu
dosen yang sangat baiiiik sekali. Ganteng pula. Jomblo pula. Pinter
pula. Masih muda pula.yaa kayak nya sih belum ada umur 30 tuh dosen. Tau
gak namanya siapaaaa? Namanya Orion. Nama mantan gue waktu SMP. Wow…
jangan-jangan dia Orion gue. Haha gak mungkin ah. Secara dia lebih tua
jauh dari gue. Sedangkan Orion kan cuma 1 tahun di atas gue.
Hmm… ngomongin Orion, apa kabar yaa first love gue? MISS YOU ORION. CALL ME yaaa di twitter gue L (itu kalau lu baca postingan gue yang ini)
Nice. Great. Luar Biasa. Istimewa. Bersemangat. Mengesankan. BYE :p
0 komentar