Luka Sang Bunga (bag.1)
Selasa, 09 Juli 2013
10.53 //
Oleh : Syarifah Mudarsih
Dipermainkan perasaan oleh seorang cowok itu memang menyakitkan. Apalagi masuk dalam golongan tragedi yang sering disebut ‘tarik ulur’. Seseorang yang mengalami hal tersebut pasti akan mengalami masa-masa yang paling menyebalkan dalam kehidupan labilnya. Namun, siapa yang tahu tentang apa yang terjadi setelah kejadian itu ? Kita tidak akan pernah tau, seperti yang ku alami saat ini.
Rasanya ingin aku lompat dari ketinggian 1000 meter, lompat tanpa parasit atau benda apapun yang dapat membuatku mendarat dengan baik dan sempurna. Ingin aku muncul di surat kabar dengan judul yang besar “DEPRESI DALAM HAL PERCINTAAN, SEORANG GADIS LOMPAT DARI KETINGGIAN 1000 METER”. Tapi aku ingat dengan orang-orang di sekitarku, keluargaku, teman-temanku yang masih sayang denganku dan tetap menginginkan aku hadir di dunia ini bersama mereka. Dan pada akhirnya aku hanya mampu duduk di balkon depan kamarku dengan memegang sehelai kertas foto di tangan kiri dan korek gas di tangan kanan.
Air mata pun tak henti keluar dari mata sipit ini, melewati setiap lengkungan pipiku, membasahinya hingga tanganku pun tak sanggup lagi membantu menghapusnya. Memandang penuh kenangan yang ada dalam foto itu. Ya, itu adalah salah satu kenangan terindah. Seseorang yang ada dalam foto itulah yang membuat aku seperti ini. Ini bukan pertama kalinya aku menangisi hal seperti ini, bahkan mungkin ini juga bukan yang terakhir kalinya aku akan menangisi hal tersebut. “Ya Tuhan..kenapa semua ini terjadi ? Jujur aku belum sanggup .” Dan tangisanku pun tak kunjung berhenti dan justru semakin menjadi. Semua hal yang aku alami dalam setahun ini memang benar-benar menyakitkan.
***
14 Februari
Siapa yang tidak tahu mengenai hari ini ? Mereka menyebutnya hari kasih sayang. Untuk tahun ini aku merayakan hari itu dengan teman-teman akrabku di kampus. Aku merayakannya bersama Hilda Sukmawati, Reyna Hanifazrianita, Alucia Devanina, Muhammad Rodikha Lukmana, Vanesco Tio, Roberto Albert Handoko, Ahmad Muzahid, dan yang pasti Arrizah Levano Hakim. Kami telah merencanakan hari ini sejak tahun baru kemarin. Jadwalnya adalah di rumah Riza, karena sudah satu minggu terakhir ini rumah Riza tak berpenghuni. Kedua orang tuanya sedang dinas ke luar negeri,sedangkan Riza sering sekali menginap di rumah Tio. Selain itu, memang keluarga Riza sama sekali tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga.
Dia dilahirkan sebagai orang kaya. Ayahnya seorang yang pekerja keras, sehingga keluarga Riza mampu mengalahkan kekayaan teman-temanku yang lainnya. Ibu nya yang ramah, cantik, dan muslimah selalu menjadi kebanggaan anaknya ketika kami berbincang mengenai keluarga.
Hari ini kami berpesta barbeque. Kami sudah membeli semua keperluan tadi siang sepulang dari kampus. Kami semua siap untuk berpesta hingga pagi karena besok tidak ada mata kuliah yang kami kunjungi. So.. It’s free time for us. But not for me.
Kami kuliah di satu universitas swasta ternama di kota kami. Katanya universitas ini terpandang juga di Negeri ini, mengalahkan beberapa Universitas lainnya di beberapa aspek yang dimiliki universitas ini. Kami berbeda fakultas dan berbeda jurusan, hanya beberapa yang sama. Maka dari itu banyak orang yang heran atas keakraban kami. Aku, Riza, dan Lucy satu jurusan, sedangkan yang lainnya berbeda jurusan, bahkan fakultasnya pun berbeda. Kami kenal satu sama lain karena hubungan pendek yang terjadi di kampus ini, di suatu hari ketika semester dua dulu.
Hal yang membuat kami bahagia ketika berpesta di malam hari adalah ketika keesokan harinya kami tidak memiliki mata kuliah yang harus dikunjungi. Dan pesta malam ini selalu ku harapkan menjadi satu malam terindah.
Dua bulan belakangan ini, tepatnya setelah malam tahun baru, aku mengalami masa pendekatan dengan Riza. Aku memang sudah mengaguminya sejak semester dua. Dan baru kali ini aku dekat dengannya melebihi batas pertemanan. Tiap malam ia selalu menghubungiku, mengirimiku pesan singkat,yang pasti dengan subjek yang sama. Dengan pertanyaan awal yang sama, jujur saja aku merasa bosan. Tetapi ada satu hal yang dapat menghilangkan rasa bosan itu. Yaitu ketika ia mulai membahas tentang kehidupan pribadinya. Bahkan ia sempat membahas mengenai perasaanku kepada lawan jenis yang ada di sekitarku. Aku curiga atas sikapnya belakangan ini. Apa mungin ia suka padaku ? Sejauh ini ia belum mengungkapkan perasaan apapun padaku. Dan aku pun belum berusaha untuk memancingnya membahas hal itu.
Malam ini terasa berbeda. Dia mulai memperhatikanku dengan pandangan yang tak seperti biasanya. Riza selalu mencari perhatianku, menggodaku dengan macam-macam gayanya, dan akupun tak akan meninggalkan kesempatan ini. Kami berbincang di pinggir kolam renang miliknya. Hanya berdua, karena temanku yang lainnya sedang asik di taman belakang rumah Riza. Suasana hening itu mulai terpecahkan dengan percikan air yang ku mainkan dengan kedua kakiku.
“Suasananya asik yah, Deb ?” tanyanya.
“Iya. Asik. Menyenangkan lah lumayan.” Aku tersenyum kecil.
“Apalagi jika kita mengungkapkan suatu perasaan kita”
Oh Tuhan apa yang dia maksud ? Apakah ia akan mengungkapkan perasaannya padaku ? Apakah ia akan bilang cinta padaku? Buat aku tenang Tuhan. “Maksud kamu apa Riz ?”
Dia merubah pandangannya hingga tepat menghadapku. Tangannya yang kekar menyentuh kedua sisi lenganku. Jantungku berdegub sangat kencang, keringat itu pun mulai mengalir dari kepala. Wajahku dan wajahnya semakin mendekat. Oh tidak ! Apa yang akan kami lakukan ?
“Aku jatuh cinta sama kamu, Deb.” Aku tersedak mendengarnya dan memecahkan suasana. Dan aku menggeserkan badanku lalu menghadap ke arah yang lain. “Aku suka sama kamu Deb. Apa kamu bisa menerima hal itu ?”
Aku terdiam dan kembali memainkan kakiku di kolam itu.
“Kamu gak suka yah ? Kamu marah ? Maaf jika hal itu membuatmu marah. Aku gak ngerti kenapa aku bisa merasakan hal itu. Maafin aku, Debby.”
“Bingung, aku hanya bingung.” Jawabku gugup.
“Kenapa bingung? Mungkin memang kita tidak pernah membahas ini. Tapi ... Ya sudah aku minta maaf.”
“Bukan begitu.” Aku kembali menghadapnya. “Kenapa kamu bisa suka sama aku ? Padahal waktu itu kamu sempat marah banget sama aku ketika kamu tau kalau aku suka sama kamu. Kamu bilang ini merusak pertemanan kita.”
“Aku juga gak ngerti kenapa bisa begini. Mungkin karena aku mulai nyaman ketika dekat sama kamu.”
“Riza, jujur deh, aku tuh seneng kamu bicara seperti itu. Hanya saja aku tidak habis fikir.” Aku diam sejenak. “Lagi pula kita mana tau kapan kita dapat mengatur perasaan yang selalu datang dengan sendirinya. Jadi apakah kita akan mulai berpacaran malam ini ?” wajahku berharap cemas.
“Tidak.” Singkat dan tegas. “Aku belum memutuskan apakah aku akan memacarimu malam ini. Aku rasa ini masih sekedar suka, belum cinta. Dan yang pasti itu bukan saatnya kita berpacaran. Tapi aku mohon, buat aku semakin suka hingga aku cinta sama kamu Debby.” Ucapnya santai.
Aku menatap penuh. Oh Tuhan, makhluk bodoh apa aku ini ? Masih bertahan saja aku duduk depan orang yang paling sadis dan tak bernurani ini. Apakah diri ini sudah buta oleh cintanya ? Sehingga aku tak mampu beranjak. Masa bodoh ! Omongannya memang tak pernah bisa dipercaya. Sedari dulu, sejak ia memacari teman baikku dulu.
Aku beranjak dan memutuskan untuk meninggalkannya. Tetapi ia mencegah dengan menarik tangan kananku. Aku merasakan genggamannya yang kuat mampu membuat hatiku semakin bergetar dan air mata ini pun mulai menunjukan kelemahannya.
“Mau kemana ?” tanyanya.
“Pulang !”
“Kenapa ?”
“Kamu fikir aku ini apa ? Memangnya di mata kamu, perempuan itu apa sih ? Seenaknya saja kamu memperlakukan aku seperti itu !”
“Hey Deb ! Ini semua simple. Mudah saja, aku hanya ingin kamu membuat aku semakin cinta. Agar semua ini dapat berakhir bahagia. Sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kamu dan aku pasti bisa bersatu, aku hanya ingin kesungguhan kamu. Tidak akan ada seorang pun yang tersakiti.”
“Omong kosong! Semua itu tidak menjamin kamu akan membuat aku tersenyum. Itu menyakitkan, Riza.” Aku memulai berjalan pergi.
“Dasar perempuan !” Ucapnya dengan nada rendah. Aku membalik badan , jelas aku masih dapat mendengar kata-kata itu. “Aku bersungguh-sungguh membuka hati untukmu, Debby!” suaranya lantang.
Aku menghampiri teman-temanku di taman dan mengambil barang-barangku yang berada di ayunan.
“Debby, mau kemana ?” tanya salah seorang teman baikku, Lucy.
“Kembali ke kos. Tante Hani tidak akan membiarkan pagarnya terbuka sampai jam 11.”
“Tapi ini baru jam 10.” sahut Zahid.
“Aku butuh waktu di perjalanan. Belum lagi jika sudah tidak ada taksi.”
“Ya Tuhan, Debby. Kayak baru kenal kita saja deh. Kita akan mengantarmu pulang sebelum jam 11. Dan Tante Hani tidak akan mengunci pagarnya untukmu.” lanjut Lucy.
“Sorry I can’t guys. Kita bisa lanjutkan ini di laptopku. Tenang saja. Kita semua akan have fun bersama kok.” Aku pergi. Berselang beberapa detik, Riza sampai di tamannya.
“Apa yang kamu lakukan pada Debby ?” tanya Tio.
“Sayaaaaang.. mungkin dia mengecup bibirnya tak sehangat bibirmu. Sehingga Debby pergi dan tidak menikmatinya.” ucap Reyna yang dalam keadaan setengah sadar atas minuman beralkohol yang sedari tadi ditenggaknya.
Reyna adalah satu-satunya temanku yang paling berani melakukan hal-hal yang di luar batas kewajaran dengan pacarnya. Memang gaya pacaran yang dilakukan Reyna dan Tio adalah gaya pacaran yang dianggap gaul oleh anak muda zaman sekarang. Bahkan mereka sudah melakukan hubungan sex lebih dari sekali mungkin.
“Memang seperti apa bibir hangatku ini ?” tanya Tio yang semakin memancing birahi pacarnya itu.
Riza menyelak, “Sudah ! Tidak perlu kita bahas itu semua. Mengganggu saja. Bersenang-senanglah. Toh Debby akan menyambung pesta ini lewat video call kan ?” lalu Riza pergi ke dapurnya untuk mengambil beberapa botol air mineral.
Di perjalanan pulang, aku hanya terdiam dan membayangkan setiap kata yang keluar dari bibir cowok berengsek itu. Terasa menyakitkan hingga aku meneteskan air mata. Sesampainya di rumah kos, aku melihat Tante Hani sedang asik bermain dengan pasangan kencannya. Biasa, jatah minggu ini adalah anak dari Tante Ida, pemilik rumah gedong di samping rumah kos ini.
“Permisi Tante” kata ku lembut.
“Hay Debby, bagaimana malam valentine kamu? Apakah kamu mendapatkan ciuman menakjubkan dari Riza ?”
“Tidak Tante. Tidak sekarang !” dan aku masuk ke kamarku.
Aku membuka laptopku, dan aku mulai log in ke Yahoo Messangerku.
“Ayoo Williaaam, temani aku malam ini.” ucapku seraya mengutak-atik laptop kesayanganku itu.
Debbybbed : Hello William, Happy Valentine day, Dear ..
Will_Morgan : Nice baby. Happy Valentine day too. How about your day ? I think that is the bad ending day. Right ?
Debbybbed : Yeaah, you are right. Do you remember about Riza ?
Will_Morgan : Yup, exactly. What happened with you and him ?
Debbybbed : He try to kiss me tonight. And he say to me if he loved me. But not really love. He want me to make him more love me.
Will_Morgan : That’s your mind. If he isn’t seriouswith you ?
Debbybbed : Exactly, what must I do ? I want him to really loved me. More than now.
Will_Morgan : I think, you must make him to more loves you. REMEMBER ! before he will got by other girl. Take your chance quickly.
Debbybed : Are you sure ? Ok, what time is it now in your area ?
Will_Morgan : Yeaaah , now at 3 p.m. I just finished my studied.
Debbybbed : Ok. Thanks for your solution, I want to take a rest now. Bye Honey J
Aku pergi dan langsung beralih ke video call. Mencoba berhubungan dengan orang-orang yang berada di lokasi pesta malam ini. Aku menyambungkan video call ini dengan Reyna. Di suatu ruangan yang terlihat gelap dan tidak nampak keadaan yang ada.
“Reyna !”
“Iya Debby, aku lagi di dalam rumah Riza. Akan aku antar telepon ini ke yang lain. Tunggu yah.” Jawab Reyna dengan kesibukannya saat itu. Ia mulai bergerak ke arah taman dan memberikan telepon genggamnya kepada kawanku yang lainnya.
“Oh syukur kalian masih disana.”
“Hey Debby, kau ganggu permainanku.” teriak Reyna dari kejauhan.
“Apa yang dia katakan ?”
“Kamu mengganggunya dengan Tio.” jawab Dika.
“Keterlaluan ! Lalu sedang apa kalian ?” tanyaku.
“Kami bersantai, bersenang-senang, menikmati malam, memandangi bintang, tertawa, bercumbu, berciuman, bernyanyi, bahkan merenung seperti yang dilakukan Riza sejak 15 menit yang lalu.” seraya menyorotkan kepada setiap aktivitas.
Mendengar keterangan yang terakhir itu aku terdiam dan sempat melamun untuk beberapa detik. Lalu disadarkanlah aku dengan suara dari video call itu.
Kami melakukan aktivitas itu hingga jarum jam di kamarku menunjukan waktu 01.00. Malam semakin larut, suasana di kos ini pun sudah senyap dari suara Home Theater yang sedari aku pulang tadi meyala. Dan semua orang mulai terlelap dalam malamnya. Hanya aku dan Lucy yang bertahan membuka mata. Jujur saja, mataku pun sudah mulai sayup dan tidak tertahan lagi rasa kantuk itu. Sehingga aku memutuskan untuk menghentikan video call ini dan mulai mengistirahatkan seluruh organ tubuhku.
***BERSAMBUNG***
0 komentar