Sabtu, 19 Oktober 2013

Selamatkan Lahan Sawah di Kerinci!



Oleh: NANI EFENDI



    Kerinci adalah daerah agraris yang memiliki lahan pertanian yang subur. Oleh karenanya, tidaklah berlebihan jika Kerinci dijuluki “Sekepal Tanah Surga yang Tercampak ke Bumi”. Apa saja ditanam, bisa tumbuh. Hampir semua kebutuhan pangan dapat dipenuhi dari kegiatan pertanian masyarakat Kerinci sendiri. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi (economic crises) pada tahun 1998, harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Namun, masyarakat Kerinci tidak terlalu merasa terpukul oleh krisis itu karena kebutuhan pokok, khususnya beras, dapat dipenuhi oleh masyarakat Kerinci sendiri dengan mengandalkan lahan sawah yang masih tersedia. Kalau di berbagai daerah, orang harus menyuplai beras dari daerah lain, tidak demikian halnya dengan daerah Kerinci. Orang Kerinci selama ini, sebagian besarnya, tidak pernah kekurangan beras.
Kalau di daerah lain orang menjual beras dengan hitungan kiloan, di Kerinci dijual dengan memakai takaran liter beras. Beras dimasukkan ke dalam tempat yang dalam istilah Kerinci disebut “lite”, kemudian bagian atas “lite” yang sudah terisi beras diratakan dengan bambu, biasanya yang pakai adalah bambu yang digunakan untuk meniup api di dapur yang dalam istilah Kerinci dinamakan “siun”. Di samping “lite”, orang Kerinci juga menggunakan takaran lain, yang diistilahkan dengan “blek”. Orang Kerinci tidak pernah memakai timbangan dalam bentuk kilogram dalam transaksi beras. Hal itu menunjukkan rakyat Kerinci memiliki kemudahan mendapatkan beras. Sehingga mereka tidak perlu terlalu “perhitungan” (baca: pelit) dengan adanya kelebihan sedikit atau kurang sedikit pada saat penjualan atau pembelian. Cara seperti itu sudah membudaya di tengah kehidupan sosial masyarakat Kerinci sejak lama.
Sebagian besar masyarakat Kerinci hidup dari sektor pertanian (agriculture). Bertani adalah bagian dari budaya (culture) masyarakat Kerinci. Sebagian masyarakat Kerinci adalah petani kecil dengan luas lahan tidak lebih dari 1,5 hektar. Sebagian masyarakat juga hidup sebagai buruh tani dan petani tanpa tanah. Mereka inilah yang telah berjasa besar menyediakan kebutuhan beras untuk masyarakat Kerinci dengan mengandalkan lahan-lahan sawah produktif yang masih tersedia. Namun kini, kondisi lahan pertanian, dari waktu ke waktu, semakin menyempit. Sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan. Akan tetapi, tidak banyak yang merasa peduli dan prihatin dengan kondisi yang demikian. Setiap waktu selalu saja ada lahan sawah yang masih produktif dikonversi (dialihfungsikan) untuk keperluan lain seperti untuk pembangunan rumah, jalan, sekolah, perkantoran, dan lain sebagainya. Padahal, kondisi seperti itu dalam jangka panjang dapat mengancam perekonomian masyarakat Kerinci. Masyarakat Kerinci akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan beras untuk kehidupan sehari-hari jika hal itu tidak diantisipasi sejak dini.

Alih Fungsi Lahan

Meningkatkan produksi padi dan swasembada pangan (self-sufficiency) adalah salah satu kewajiban Pemerintah, termasuk juga dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah tidak boleh tinggal diam dalam hal pemenuhan kebutuhan masyarakat akan beras. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah Kerinci dan Pemerintah Kota Sungai Penuh harus mengambil langkah dan kebijakan (policy) yang tepat dalam rangka mengamankan ketersediaan beras bagi masyarakat Kerinci. Langkah dan kebijakan itu tidak hanya dalam bentuk mendatangkan beras dari luar daerah, tetapi juga harus berupaya menjaga aktivitas pertanian di Kerinci sendiri. Salah satu langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah adalah menjaga ketersediaan lahan sawah yang subur untuk pertanian yang kian waktu kian berkurang akibat alih fungsi lahan oleh masyarakat.
Saya teringat masa kecil saya sewaktu melewati jalan-jalan di Kerinci. Dulu, tahun 90-an, di kanan-kiri jalan masih terbentang luas lahan sawah yang subur. Padi yang hijau menguning terlihat indah di kanan-kiri jalan. Namun kini, pemandangan itu tidak ada lagi. Lahan subur itu telah dikonversi menjadi bangunan beton di kanan-kirinya. Ada perasaan sedih menyaksikan kondisi itu. Mungkin, sebagian orang mengatakan itu adalah indikasi kemajuan. Namun, bagi saya itu adalah bentuk kekeliruan berpikir kita. Semestinya, kita berkewajiban menjaga lahan persawahan tempat kita mengambil sumber makanan untuk kelangsungan hidup kita. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun lahan pertanian tetap mereka jaga dengan baik. Negara-negara maju sangat peduli dengan sektor pertanian yang merupakan sektor primer dalam ekonomi. Namun ironis, dan saya tidak habis pikir, di negeri kita yang makanan pokoknya adalah beras, justru lahan pertanian malah kita habisi. Padahal, itu adalah sumber penghidupan kita dan kelangsungan hidup anak-anak cucu kita.

Kebijakan untuk Sektor Pertanian

Untuk mengantisipasi lahan persawahan yang semakin menyempit, harus ada tindakan kongkret dari Pemerintah Daerah, baik Pemkab Kerinci maupun Pemkot Sungai Penuh. Saya sengaja menggunakan istilah “Kerinci” pada judul tulisan di atas karena yang saya maksudkan bukan hanya Kabupaten Kerinci saja tetapi juga Pemerintah Kota Sungai Penuh. Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh adalah satu. Ia hanya terpisah secara administratif. Langkah konkret yang bisa ditempuh oleh kedua Pemerintah Daerah itu ialah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan alih fungsi lahan sawah yang subur. Lahan sawah yang subur dan masih produktif tidak boleh lagi dialihfungsikan untuk keperluan lain. Jika ingin membangun pemukiman atau keperluan lain, masyarakat dapat memanfaatkan daerah-daerah perbukitan yang masih kosong atau lahan-lahan lain yang bukan merupakan lahan sawah yang masih produktif. Jika masyarakat tetap ngotot melakukan alih fungsi lahan, maka Pemerintah Daerah dapat menerapkan sanksi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Tentu, dengan tetap memperhatikan asas-asas keadilan dan kemanfaatan.
Di samping mengeluarkan peraturan berupa Perda, Pemerintah Daerah (Pemkab Kerinci dan Pemkot Sungai Penuh) juga harus melakukan upaya lain, yaitu mencetak lahan sawah baru, membangun infrastruktur pertanian seperti irigasi, memanfaatkan teknologi di bidang pertanian, pemanfaatan bibit unggul, penyuluhan, memberdayakan tenaga profesional yang ada di instansi atau Dinas Pertanian, dan lain sebagainya. Langkah-langkah seperti itu adalah salah satu bentuk upaya nyata (effort) dari kedua Pemerintah Daerah yang katanya “peduli” dengan nasib rakyat Kerinci. Itu adalah bentuk kebijakan riil yang pro rakyat dan bermanfaat ketimbang memikirkan persoalan-persoalan pribadi dan kelompok sendiri seperti urusan “bagi-bagi” proyek, “bagi-bagi” jabatan dan pemutasian PNS yang “tidak karu-karuan”. Saya berharap, persoalan ini dapat menjadi concern (kepedulian) dari Bupati Kerinci terpilih pada Pemilukada Kerinci 2013.

NANI EFENDI
Pemerhati Masalah Sosial, Tinggal di Jambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar