Sore itu aku diajak pergi oleh Tio,
Zahid, dan Hilda. Mereka mengajakku untuk menonton film. Aku meng-iyakan
karena aku pun suka film, apalagi film-film luar negeri yang bergenre
action. Yang pasti lagi aku tidak lupa mengajak Dhika, karena ia pun
suka film action. Sebelum pergi, aku sempat meminta izin kepada Tio,
Zahid, dan Hilda untuk mengajak teman sekelasku yaitu Dara dan Lucy.
Mereka pun mengizinkan. Setelah aku menghubungi dua orang teman
sekelasku, ternyata hanya Dara yang bisa ikut. Sore ini Lucy pergi ke
rumahnya untuk acara syukuran atas rumah baru keluarganya.
Bertemulah
kami berenam di sebuah tempat makan di mall. Sebelum kami membeli
tiket, kami memang memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Prinsipnya
supaya kita tidak perlu membeli popcorn dan minuman di dalam bioskop. Ya
itu adalah prinsip dari Dhika. Entah kenapa yang lain menyetujui
prinsip itu. Benar-benar menghemat, karena makanan dan minuman di dalam
bioskop harganya sangat mahal.
Usai
makan, kami langsung pergi menuju bioskop. Disana aku bertemu dengan
Riza. Kali ini dan untuk pertama kalinya aku melihat dia sedang jalan
bersama seorang perempuan. Mungkin itu pacarnya. Dan itu membuatku patah
hati. Sekali lagi, aku bertemu dengannya dan hanya saling melontarkan
senyum. Sedangkan Dara, ia terkejut melihat Riza dan mulai terlihat
badmood. Ternyata Dara sedikit sensitif.
Sepanjang
film diputar, fikiranku tak sedikit pun mengarah ke film. Di benakku
masih teringat akan perempuan yang dirangkul Riza tadi. Dalam hati aku
penasaran, ingin bertanya tapi bingung mau bertanya pada siapa. Satu
kampus, satu fakultas, jurusan yang berdekatan bukan berarti kita dengan
mudah mengenal satu sama lain. Semuanya tergantung konsep takdir yang
diberikan Tuhan. Buktinya kita berenam yang sore ini menghabiskan waktu
di bioskop dengan film action pilihan kami.
Malam
tiba, masih saja aku memikirkan perempuan yang bersama Riza. Rencananya
aku ingin mencurahkan via Blog. Tapi apadaya, aku terlalu lelah
sehingga begitu sampai di rumah, aku langsung tertidur.
Sekitar
pukul tiga pagi aku terbangun. Terbangun karena mimpi. Mimpi yang diisi
oleh aku, Riza, perempuan itu dan Tio. Aneh. Sungguh aneh. Dalam mimpi
itu aku menjadi pacar Tio, sedangkan Riza adalah pacar dari perempuan
itu. Tapi di balik semua itu ternyata Tio bermain api dengan perempuan
yang bersama Riza dan pada akhirnya aku menangis karena merasa
dikhianati oleh Tio. Tangisan itulah yang membuatku terbangun.
Astaghfirullah
mimpi apaan sih gue? Aneh banget. Kalau gue mau merasa sedih mah sama
Riza, yang jelas-jelas tadi sore bikin gue patah hati. Kok malah Tio?
Gue sama Tio kan sama sekali gak punya hubungan apa-apa. Huh. Dan Riza?
Haduh beneran kepikiran sama yang tadi sore gue liat. Beneran deh gue jatuh cinta sama Riza. Hmmm
Aku
pergi ke dapur mengambil segelas air putih untuk menenangkanku. Lalu
aku mengambil handphone dan pergi ke ruang tamu. Aku yakin bahwa aku
tidak akan tertidur lagi. Jadi, aku memutuskan mengambil beberapa
makanan di kulkas dan menonton televisi.
Aku
melihat handphoneku, ternyata ada tujuh kali panggilan tak terjawab
yang ketujuhnya itu adalah panggilan dari Dhika. Mungkin ia ingin
berbagi cerita denganku, seperti biasanya. Tapi aku heran, ia tidak
pernah sekali pun membahas tentang perempuan yang ia suka. Mungkin ia
tidak suka perempuan, atau apalah terserah Dhika.
Lalu
aku melihat ada kiriman sms dari Zahid dan satu nomor tak dikenal.
Zahid memang mengajakku untuk sms-an. Tapi sayang aku tertidur ketika
jam sepuluh ia mengirim sms itu. Tapi nomor tak dikenal itu?
Pesan
yang disampaikan sulit dipahami maksudnya. Sangat tersirat . Sampai
detik ini masih bingung apa maksudnya. Pesan itu berisi “Tajam, bercahaya, mempesona.Akankah hilang setelah hari ini?”.
Sampai keesokan harinya aku tidak menghapus pesan itu. Aku berusaha
bertanya ke teman-teman yang ku kenal di kampus. Mereka tidak
mengetahuinya. Apakah dia seorang secret admirer?
***
“Eh eh semalem pas gue insom, gue browsing tuh tentang Drift Car. Keren banget deh” ucapku penuh rasa kagum.
“Lu baru tau kalau Drift Car itu emang keren? Lu gak tau disini ada pembalapnya?” kata Zahid.
“Wah?” aku terkejut, “siapa?”
“Nih si Tio” Zahid menunjuk.
“Wah hebat Tio. Boleh dong sesekali gue ngeliat lu nge-Drift?”
“Boleh banget, Deb. Itu juga kalau
lu suka. Dateng aja setiap malam minggu gue suka nge-Drift sama
komunitas gue. Malam minggu ini gue ada chalange lawan komunitas Drift
Car lainnya. Nanti deh gue sms ke elu tempatnya. Biar lu dateng.”
“Oke.” Mungkin mimpi itu merujuk kesini kali ya? Gue bisa deket sama Tio karena Drift Car nya. Gimana ya? Ya lanjutin aja deh.
Hari
ini banyak kelas yang harus aku hadiri. Padahal Dhika mengajakku makan
bareng di satu tempat yang sudah satu bulan lalu ia janjikan. Tapi acara
itu sepertinya harus ditunda sampai besok. Sedikit menyesal, tapi
memang itu keputusannya.
Suasana
di kelas terakhir ini sangat hening. Beberapa mahasiswa sudah lelah
karena seharian mengikuti pelajaran, ada juga yang memang memperhatikan
Pak Orion menyampaikan materi, tapi aku melamuni Orionku yang dulu.
Setiap
kali masuk pelajaran Pak Orion, yang paling sering masuk fikiranku
adalah Orion-ku. Orion yang pernah mengisi hatiku. Ia pergi ke luar
negeri setelah aku meninggalkannya dengan memilih SMA yang berbeda
dengan Orion. Entah kemana ia pergi hingga aku merindukannya saat ini.
Lamunanku terpecah ketika aku merasakan ingin buang air kecil. Aku
memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, sendiri.
Kamar
mandi itu letaknya setelah kelas yang sedang diikuti oleh Riza. Ketika
aku melewati pintu kelasnya, aku melihat ia serius dengan materi yang
sedang diajarkan padanya. Dan aku tetap fokus ke kamar mandi.
Setelah
selesai, aku berjalan kembali ke kelas. Belum sampai di depan kelas
Riza, aku menabrak seorang lelaki. Lelaki yang sejak awal bertemu sudah
aku kagumi.
“Bruuk”
“Eh sorry sorry” ucapku panik.
“Iya iya ngga papa kok.”
Suara
itu, suara yang sudah lama aku tunggu. Suara itu memang menggetarkan
hati ini yang sudah lama mengaguminya. Akhirnya aku mendengar suaranya,
setelah beberapa bulan hanya melihat senyumnya.
“Lu nggak kenapa-kenapa kan?” tanya orang itu.
“Ngga kok, Riz.”
“Kok lu tau nama gue?”
“Eh… hmm… ia gue tau. Riza kan?”
“Iya, gue juga tau nama lu. Flowerista Debbyanita Harrison. Ya kan?”
“Kok tau? Lengkap pula? Kan kita belum kenalan.”
“Iya sih. Emang kita belum kenalan. Tapi kita udah saling kenal kan?”
“Iya. Eh sorry nih gue lagi ngikutin kelas, sorry gak bisa lama-lama. Gue pergi dulu ya.” Aku berlari kembali menuju kelas.
Tanganku
dingin, wajahku memucat. Benar ! Keringat membasahi wajahku. Kerudung
ini pun basah karena ketetesan air keringat dari pipi. Aku senang,
terlihat jelas di wajahku dan bibirku yang sejak kembali dari kamar
mandi tadi tertarik karena bawaan perasaan. Habis aku senang karena
suaranya yang serak-serak basah menggoda pikiranku. Sampai malam pukul
sebelas aku masih memikirkan Riza. Kacau !
***
Mungkin
menunggu adalah hal yang menyebalkan bagi sebagian atau mungkin semua
orang yang hidup di dunia ini. Bosan adalah efek dari menunggu yang
kelamaan. Kalau sudah bosan, mood yang baik bisa berbalik 360 derajat.
Kalau mood sudah seperti itu, bangku pun bisa jadi alat pelampiasan. Dan
menelpon adalah solusi untuk menghentikan menunggu. Namun, ketika yang
ditunggu datang, maka hal pertama yang akan dilakukan adalah melempar
bangku ke arah orang yang ditunggu.
“Eiiitt eiiiit” menghindar dari
lemparan bangku, “Deb please Deb, jangan lempar tuh bangku. Gue gak
sengaja ini telat. Mobil gue bannya bocor tadi. Jadi gue nambel dulu.”
“LALU KENAPA TELPON GUE GAK DIANGKAT CUMIIIIII?”
“Waduh? Dimana lagi handphone gue?” mencari ke kantong celana, “wah Deb gue gak bawa.”
“ALESAN LO DHIKOOOOONG” menaruh
kembali bangku ke tempat semula, “Yauda cepet anter gue ke tempatnya
Tio. Gue mau nonton Premier Drift Car dalam hidup gue nih.”
“Iya tuan putri. Ayo jalan.”
Sepanjang
jalan menuju lokasi chalange, aku tidak ada berhentinya memarahi Dhika
yang telat menjemputku. Dia ketakutan, bahkan setiap detik dia meminta
maaf. Sejak dulu SMA, Dhika memang terkenal sangat berhati-hati dengan
perasaan perempuan. Ia sangat takut aku marah padanya. Hingga ia
berjanji untuk mengajakku menonton fil Twillight Saga Breaking Down Part
II di PIM. Dan disitulah aku mulai lunak dan tidak meluapkan emosi
lagi.
Sesampainya
di tempat Tio, aku begitu kagum mendengar dan melihat mobil-mobil keren
yang sedang asik berfantasi di jalurnya. Aku tak berhenti tepuk tangan
karena kagum. Benar-benar berasa lebih luar biasa dari pada yang ku
lihat di internet.
“TIO, INI BENER-BENER LUAR BIASA. GUE SUKA BANGET” ucapku berteriak. Karena tanpa teriak, suara tidak akan terdengar.
“LO RASAIN SENSASINYA, DEB. MAU LEBIH ASIK LAGI? IKUTAN DI DALEM MOBIL ITU.”
“AH GUE GAK BERANI. NYALI GUE MASIH RAGU BUAT NAIK MOBIL ITU.”
“YA MAKA DARI ITU, LU KUMPULIN DULU NYALI LU DENGAN SERING DATENG KE TEMPAT BEGINIAN.”
“KALAU GUE DIKASIH INFONYA MAH GUE MAU.”
“GAMPANG ITU MAH.”
“TAPI DEBBY, LU KAN BERKERUDUNG. GAK MERASA ANEH SENDIRI?” Dhiko menyelak.
“IYA SIH, RADA ANEH. TAPI KAN GUE GAK MUNGKIN BUKA KERUDUNG JUGA, DHIKOOONG.”
“JANGAN MANGGIL GUE DHIKOONG!”
“HAHAHA DHIKONG, DHIKA SI ENGKONG-ENGKONG.”
“PULANG SENDIRI LU!”
“YA JANGAN DONG.”
“JANGAN MANGGIL GUE DHIKONG!”
“IYAAAA CUMIIIII.”
“YAUDA GUE MAU AMBIL START ABIS INI. LU LIAT YAH!”
“OKE.” Jawab gue dan Dhika bersamaan.
Kami
melihat Tio sedang mengambil start. Dia dengan mobil berwarna hijau
tosca yang menawan itu dengan desain yang juga lumayan membuat mobil itu
terasa gagah. Di sampingnya, ada mobil berwarna putih polos tanpa
hiasan apapun dan terlihat sangat bersih. Aku jatuh cinta dengan mobil
itu. Memang sedari dulu aku senang dengan benda-benda berwarna putih
susu dan bersih. Nampak bahwa yang punya adalah orang yang rajin, rapih,
dan cinta kebersihan. Sama dengan aku dan si putih.
Aku
penasaran dengan orang yang berada dalam mobil itu. Apakah orang itu
memiliki ciri yang aku sebutkan tadi. Jika iya, mungkin saja aku dapat
jatuh cinta dengan pemiliknya pula.
Hanya
membutuhkan waktu yang singkat untuk menyelesaikan chalange antara Tio
dan si pemilik mobil putih itu. Dan chalange itu dimenangkan oleh orang
yang mengendarai mobil putih itu. Memang hebat. Mobilnya nampak cantik
dan pengendaranya pun hebat. Siapa dia? Aku menunggu sang pengendara itu
turun dari mobilnya. Karena aku ingin melihat wajahnya. Namun, ia tidak
sama sekali keluar dari mobil cantiknya itu. Ia bergegas pergi
meninggalkan arena. Mobil itu lewat depanku, dan tepat di depanku mobil
itu pun berhenti. Hanya sebentar, mungkin sepuluh sampai dua puluh
detik. Dan pengendaranya pun melihat ke arahku dari dalam mobilnya.
Seakan ia memberi tanda. Tangannya pun menunjuk ke arah belakang
kerumunan penonton. Dan aku segera mengikutinya, tanpa Tio dan Dhiko.
Di
satu tempat yang berlatar keramaian tetapi tdak seramai di track Drift
Car itu, aku menemui pengendara mobil cantik itu. Ia keluar dari
mobilnya. Aku terkejut dan sangat tidak menyangka.
“Riza?”
“Iya. Gue Riza.”
Aku terdiam karena sangat tidak menyangka apa yang ada dihadapanku.
“Kenapa? Lu kagum yah? Gue udah lama nge-drift gini. Yaa semenjaak…” dia terdiam.
“Semenjak apa?”
“Ya pokoknya begitulah. Lu suka mobil gue?”
“Suka banget. Oh iya, kenapa elu tadi gak turun dulu gitu buat berjabat tangan sama Tio?”
“Engga kenapa-kenapa kok. Gue mau
langsung ketemu lu aja. Oh iya, ikut gue yuk. Gue mau ngajak lu makan.
Gimana? Ada tempat roti bakar yang enak banget daerah sini. Lu pasti
suka?”
“Tapi…” terfikirkan Dhiko yang masih
asik menonton, “gue disini sama temen gue. Gimana? Tapi lu juga gak
bakal bikin gue celaka kan?”
“Engga lah. Gue ini masih anak baik-baik kok. Lu tau kan gue gak ngerokok?”
Aku kembali terdiam karena kaget, “emang pernah gue bilang ke elu kalau elu pasti gak ngerokok?”
“Ya orang-orang pasti akan berfikir seperti itu kalau liat gue. Gimana? Mau gak?”
“Gue bilang sama temen gue dulu ya.”
“Oke. Gue tunggu disini. Di dalem mobil yah. Lu pasti pengen naik mobil cantik ini. Ya kan?”
“Dasar pembaca fikiran!”
Aku
pergi menghampiri Tio dan Dhika. Aku bilang pada mereka bahwa aku ingin
pergi bersama seorang teman kuliah. Ku suruh mereka untuk pulang
sendiri. Dhiko nampak khawatir dengan alasan aku yang pergi dengan tidak
jelas. Pasti dalam pikirannya, aku adalah tanggung jawab dia malam ini.
Sepantasnya aku kembali ke rumah bersama Dhiko. Tapi, aku tetap
memutuskan untuk pergi bersama Riza dan menelpon Ibu bahwa aku pergi
bersama teman kampusku yang lain. Lalu aku pergi bersama orang yang aku
kagumi dan aku impikan itu. Tidak disangka.
Hallo Holla J
Hari
yang gak pernah terencana di pikiranku. Tapi yang pasti ini rencana
Tuhan. Malam ini indah banget taaaauuuu. Bulan sama bintang tuh lagi
bahagia banget ngeliat gue yang malam ini asik dengan hal baru dalam
hidup gue. Apa si ituuuu?
NUMBER
ONE : gue ngerasain sensasi ada di arena Drift Car. Asoooooy luar biasa
banget. Lebih dari video-video yang gue tonton di internet.
NUMBER
TWO : lo tau gaaaaaaaaaaaakk siiiii? Hari ini gue jalan sama RIZA !
wooowww aku bertemu dirinya di suatu tempat *Riza bilang gak boleh
dibocorin ke siapa-siapa tentang pertemuan itu*. Di acara yang keren
bangeeet *lagi-lagi Riza gak ngebolehin gue rokes* okeee begitu lah.
Waaahh awal yang baik nih antara gue sama Riza. Hahaha THANKS GOD
Hayo hayo kira-kira gue bakal tidur gaak nih malem? Yang pasti gue akan tidur, secara capek banget woi haha biar aja senengnya dilanjutin di mimpi, ye gaaak?
Tapi
tapi tapi…. Lagi lagi gue keingetan sama ORION. ORION WHRE’RE YOOOOUUUU
OHAIMISYU *katrok* PLEASE CALL ME ORION IF YOU READ THIS POST L
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar