Minggu, 28 Juli 2013

Luka Sang Bunga (habis)

Sore itu aku diajak pergi oleh Tio, Zahid, dan Hilda. Mereka mengajakku untuk menonton film. Aku meng-iyakan karena aku pun suka film, apalagi film-film luar negeri yang bergenre action. Yang pasti lagi aku tidak lupa mengajak Dhika, karena ia pun suka film action. Sebelum pergi, aku sempat meminta izin kepada Tio, Zahid, dan Hilda untuk mengajak teman sekelasku yaitu Dara dan Lucy. Mereka pun mengizinkan. Setelah aku menghubungi dua orang teman sekelasku, ternyata hanya Dara yang bisa ikut. Sore ini Lucy pergi ke rumahnya untuk acara syukuran atas rumah baru keluarganya.
                Bertemulah kami berenam di sebuah tempat makan di mall. Sebelum kami membeli tiket, kami memang memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Prinsipnya supaya kita tidak perlu membeli popcorn dan minuman di dalam bioskop. Ya itu adalah prinsip dari Dhika. Entah kenapa yang lain menyetujui prinsip itu. Benar-benar menghemat, karena makanan dan minuman di dalam bioskop harganya sangat mahal.
                Usai makan, kami langsung pergi menuju bioskop. Disana aku bertemu dengan Riza. Kali ini dan untuk pertama kalinya aku melihat dia sedang jalan bersama seorang perempuan. Mungkin itu pacarnya. Dan itu membuatku patah hati. Sekali lagi, aku bertemu dengannya dan hanya saling melontarkan senyum. Sedangkan Dara, ia terkejut melihat Riza dan mulai terlihat badmood. Ternyata Dara sedikit sensitif.

                Sepanjang film diputar, fikiranku tak sedikit pun mengarah ke film. Di benakku masih teringat akan perempuan yang dirangkul Riza tadi. Dalam hati aku penasaran, ingin bertanya tapi bingung mau bertanya pada siapa. Satu kampus, satu fakultas, jurusan yang berdekatan bukan berarti kita dengan mudah mengenal satu sama lain. Semuanya tergantung konsep takdir yang diberikan Tuhan. Buktinya kita berenam yang sore ini menghabiskan waktu di bioskop dengan film action pilihan kami.
                Malam tiba, masih saja aku memikirkan perempuan yang bersama Riza. Rencananya aku ingin mencurahkan via Blog. Tapi apadaya, aku terlalu lelah sehingga begitu sampai di rumah, aku langsung tertidur.
                Sekitar pukul tiga pagi aku terbangun. Terbangun karena mimpi. Mimpi yang diisi oleh aku, Riza, perempuan itu dan Tio. Aneh. Sungguh aneh. Dalam mimpi itu aku menjadi pacar Tio, sedangkan Riza adalah pacar dari perempuan itu. Tapi di balik semua itu ternyata Tio bermain api dengan perempuan yang bersama Riza dan pada akhirnya aku menangis karena merasa dikhianati oleh Tio. Tangisan itulah yang membuatku terbangun.
Astaghfirullah mimpi apaan sih gue? Aneh banget. Kalau gue mau merasa sedih mah sama Riza, yang jelas-jelas tadi sore bikin gue patah hati. Kok malah Tio? Gue sama Tio kan sama sekali gak punya hubungan apa-apa. Huh. Dan Riza? Haduh beneran kepikiran sama yang tadi sore gue liat. Beneran deh gue  jatuh cinta sama Riza. Hmmm
                Aku pergi ke dapur mengambil segelas air putih untuk menenangkanku. Lalu aku mengambil handphone dan pergi ke ruang tamu. Aku yakin bahwa aku tidak akan tertidur lagi. Jadi, aku memutuskan mengambil beberapa makanan di kulkas dan menonton televisi.
                Aku melihat handphoneku, ternyata ada tujuh kali panggilan tak terjawab yang ketujuhnya itu adalah panggilan dari Dhika. Mungkin ia ingin berbagi cerita denganku, seperti biasanya. Tapi aku heran, ia tidak pernah sekali pun membahas tentang perempuan yang ia suka. Mungkin ia tidak suka perempuan, atau apalah terserah Dhika.
                Lalu aku melihat ada kiriman sms dari Zahid dan satu nomor tak dikenal. Zahid memang mengajakku untuk sms-an. Tapi sayang aku tertidur ketika jam sepuluh ia mengirim sms itu. Tapi nomor tak dikenal itu?
                Pesan yang disampaikan sulit dipahami maksudnya. Sangat tersirat . Sampai detik ini masih bingung apa maksudnya. Pesan itu berisi “Tajam, bercahaya, mempesona.Akankah hilang setelah hari ini?”. Sampai keesokan harinya aku tidak menghapus pesan itu. Aku berusaha bertanya ke teman-teman yang ku kenal di kampus. Mereka tidak mengetahuinya. Apakah dia seorang secret admirer?
***                                                                                               
“Eh eh semalem pas gue insom, gue browsing tuh tentang Drift Car. Keren banget deh” ucapku penuh rasa kagum.
“Lu baru tau kalau Drift Car itu emang keren? Lu gak tau disini ada pembalapnya?” kata Zahid.
“Wah?” aku terkejut, “siapa?”
“Nih si Tio” Zahid menunjuk.
“Wah hebat Tio. Boleh dong sesekali gue ngeliat lu nge-Drift?”
“Boleh banget, Deb. Itu juga kalau lu suka. Dateng aja setiap malam minggu gue suka nge-Drift sama komunitas gue. Malam minggu ini gue ada chalange lawan komunitas Drift Car lainnya. Nanti deh gue sms ke elu tempatnya. Biar lu dateng.”
“Oke.” Mungkin mimpi itu merujuk kesini kali ya? Gue bisa deket sama Tio karena Drift Car nya. Gimana ya? Ya lanjutin aja deh.
                Hari ini banyak kelas yang harus aku hadiri. Padahal Dhika mengajakku makan bareng di satu tempat yang sudah satu bulan lalu ia janjikan. Tapi acara itu sepertinya harus ditunda sampai besok. Sedikit menyesal, tapi memang itu keputusannya.
                Suasana di kelas terakhir ini sangat hening. Beberapa mahasiswa sudah lelah karena seharian mengikuti pelajaran, ada juga yang memang memperhatikan Pak Orion menyampaikan materi, tapi aku melamuni Orionku yang dulu.
                Setiap kali masuk pelajaran Pak Orion, yang paling sering masuk fikiranku adalah Orion-ku. Orion yang pernah mengisi hatiku. Ia pergi ke luar negeri setelah aku meninggalkannya dengan memilih SMA yang berbeda dengan Orion. Entah kemana ia pergi hingga aku merindukannya saat ini. Lamunanku terpecah ketika aku merasakan ingin buang air kecil. Aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi, sendiri.
                Kamar mandi itu letaknya setelah kelas yang sedang diikuti oleh Riza. Ketika aku melewati pintu kelasnya, aku melihat ia serius dengan materi yang sedang diajarkan padanya. Dan aku tetap fokus ke kamar mandi.
                Setelah selesai, aku berjalan kembali ke kelas. Belum sampai di depan kelas Riza, aku menabrak seorang lelaki. Lelaki yang sejak awal bertemu sudah aku kagumi.
“Bruuk”
“Eh sorry sorry” ucapku panik.
“Iya iya ngga papa kok.”
                Suara itu, suara yang sudah lama aku tunggu. Suara itu memang menggetarkan hati ini yang sudah lama mengaguminya. Akhirnya aku mendengar suaranya, setelah beberapa bulan hanya melihat senyumnya.
“Lu nggak kenapa-kenapa kan?” tanya orang itu.
“Ngga kok, Riz.”
“Kok lu tau nama gue?”
“Eh… hmm… ia gue tau. Riza kan?”
“Iya, gue juga tau nama lu. Flowerista Debbyanita Harrison. Ya kan?”
“Kok tau? Lengkap pula? Kan kita belum kenalan.”
“Iya sih. Emang kita belum kenalan. Tapi kita udah saling kenal kan?”
“Iya. Eh sorry nih gue lagi ngikutin kelas, sorry gak bisa lama-lama. Gue pergi dulu ya.” Aku berlari kembali menuju kelas.
                Tanganku dingin, wajahku memucat. Benar ! Keringat membasahi wajahku. Kerudung ini pun basah karena ketetesan air keringat dari pipi. Aku senang, terlihat jelas di wajahku dan bibirku yang sejak kembali dari kamar mandi tadi tertarik karena bawaan perasaan. Habis aku senang karena suaranya yang serak-serak basah menggoda pikiranku. Sampai malam pukul sebelas aku masih memikirkan Riza. Kacau !
***
                Mungkin menunggu adalah hal yang menyebalkan bagi sebagian atau mungkin semua orang yang hidup di dunia ini. Bosan adalah efek dari menunggu yang kelamaan. Kalau sudah bosan, mood yang baik bisa berbalik 360 derajat. Kalau mood sudah seperti itu, bangku pun bisa jadi alat pelampiasan. Dan menelpon adalah solusi untuk menghentikan menunggu. Namun, ketika yang ditunggu datang, maka hal pertama yang akan dilakukan adalah melempar bangku ke arah orang yang ditunggu.
“Eiiitt eiiiit” menghindar dari lemparan bangku, “Deb please Deb, jangan lempar tuh bangku. Gue gak sengaja ini telat. Mobil gue bannya bocor tadi. Jadi gue nambel dulu.”
“LALU KENAPA TELPON GUE GAK DIANGKAT CUMIIIIII?”
“Waduh? Dimana lagi handphone gue?” mencari ke kantong celana, “wah Deb gue gak bawa.”
“ALESAN LO DHIKOOOOONG” menaruh kembali bangku ke tempat semula, “Yauda cepet anter gue ke tempatnya Tio. Gue mau nonton Premier Drift Car dalam hidup gue nih.”
“Iya tuan putri. Ayo jalan.”
                Sepanjang jalan menuju lokasi chalange, aku tidak ada berhentinya memarahi Dhika yang telat menjemputku. Dia ketakutan, bahkan setiap detik dia meminta maaf. Sejak dulu SMA, Dhika memang terkenal sangat berhati-hati dengan perasaan perempuan. Ia sangat takut aku marah padanya. Hingga ia berjanji untuk mengajakku menonton fil Twillight Saga Breaking Down Part II di PIM. Dan disitulah aku mulai lunak dan tidak meluapkan emosi lagi.
                Sesampainya di tempat Tio, aku begitu kagum mendengar dan melihat mobil-mobil keren yang sedang asik berfantasi di jalurnya. Aku tak berhenti tepuk tangan karena kagum. Benar-benar berasa lebih luar biasa dari pada yang ku lihat di internet.
“TIO, INI BENER-BENER LUAR BIASA. GUE SUKA BANGET” ucapku berteriak. Karena tanpa teriak, suara tidak akan terdengar.
“LO RASAIN SENSASINYA, DEB. MAU LEBIH ASIK LAGI? IKUTAN DI DALEM MOBIL ITU.”
“AH GUE GAK BERANI. NYALI GUE MASIH RAGU BUAT NAIK MOBIL ITU.”
“YA MAKA DARI ITU, LU KUMPULIN DULU NYALI LU DENGAN SERING DATENG KE TEMPAT BEGINIAN.”
“KALAU GUE DIKASIH INFONYA MAH GUE MAU.”
“GAMPANG ITU MAH.”
“TAPI DEBBY, LU KAN BERKERUDUNG. GAK MERASA ANEH SENDIRI?” Dhiko menyelak.
“IYA SIH, RADA ANEH. TAPI KAN GUE GAK MUNGKIN BUKA KERUDUNG JUGA, DHIKOOONG.”
“JANGAN MANGGIL GUE DHIKOONG!”
“HAHAHA DHIKONG, DHIKA SI ENGKONG-ENGKONG.”
“PULANG SENDIRI LU!”
“YA JANGAN DONG.”
“JANGAN MANGGIL GUE DHIKONG!”
“IYAAAA CUMIIIII.”
“YAUDA GUE MAU AMBIL START ABIS INI. LU LIAT YAH!”
“OKE.” Jawab gue dan Dhika bersamaan.
                Kami melihat Tio sedang mengambil start. Dia dengan mobil berwarna hijau tosca yang menawan itu dengan desain yang juga lumayan membuat mobil itu terasa gagah. Di sampingnya, ada mobil berwarna putih polos tanpa hiasan apapun dan terlihat sangat bersih. Aku jatuh cinta dengan mobil itu. Memang sedari dulu aku senang dengan benda-benda berwarna putih susu dan bersih. Nampak bahwa yang punya adalah orang yang rajin, rapih, dan cinta kebersihan. Sama dengan aku dan si putih.
                Aku penasaran dengan orang yang berada dalam mobil itu. Apakah orang itu memiliki ciri yang aku sebutkan tadi. Jika iya, mungkin saja aku dapat jatuh cinta dengan pemiliknya pula.
                Hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk menyelesaikan chalange antara Tio dan si pemilik mobil putih itu. Dan chalange itu dimenangkan oleh orang yang mengendarai mobil putih itu. Memang hebat. Mobilnya nampak cantik dan pengendaranya pun hebat. Siapa dia? Aku menunggu sang pengendara itu turun dari mobilnya. Karena aku ingin melihat wajahnya. Namun, ia tidak sama sekali keluar dari mobil cantiknya itu. Ia bergegas pergi meninggalkan arena. Mobil itu lewat depanku, dan tepat di depanku mobil itu pun berhenti. Hanya sebentar, mungkin sepuluh sampai dua puluh detik. Dan pengendaranya pun melihat ke arahku dari dalam mobilnya. Seakan ia memberi tanda. Tangannya pun menunjuk ke arah belakang kerumunan penonton. Dan aku segera mengikutinya, tanpa Tio dan Dhiko.
                Di satu tempat yang berlatar keramaian tetapi tdak seramai di track Drift Car itu, aku menemui pengendara mobil cantik itu. Ia keluar dari mobilnya. Aku terkejut dan sangat tidak menyangka.
“Riza?”
“Iya. Gue Riza.”
Aku terdiam karena sangat tidak menyangka apa yang ada dihadapanku.
“Kenapa? Lu kagum yah? Gue udah lama nge-drift gini. Yaa semenjaak…” dia terdiam.
“Semenjak apa?”
“Ya pokoknya begitulah. Lu suka mobil gue?”
“Suka banget. Oh iya, kenapa elu tadi gak turun dulu gitu buat berjabat tangan sama Tio?”
“Engga kenapa-kenapa kok. Gue mau langsung ketemu lu aja. Oh iya, ikut gue yuk. Gue mau ngajak lu makan. Gimana? Ada tempat roti bakar yang enak banget daerah sini. Lu pasti suka?”
“Tapi…” terfikirkan Dhiko yang masih asik menonton, “gue disini sama temen gue. Gimana? Tapi lu juga gak bakal bikin gue celaka kan?”
“Engga lah. Gue ini masih anak baik-baik kok. Lu tau kan gue gak ngerokok?”
Aku kembali terdiam karena kaget, “emang pernah gue bilang ke elu kalau elu pasti gak ngerokok?”
“Ya orang-orang pasti akan berfikir seperti itu kalau liat gue. Gimana? Mau gak?”
“Gue bilang sama temen gue dulu ya.”
“Oke. Gue tunggu disini. Di dalem mobil yah. Lu pasti pengen naik mobil cantik ini. Ya kan?”
“Dasar pembaca fikiran!”
                Aku pergi menghampiri Tio dan Dhika. Aku bilang pada mereka bahwa aku ingin pergi bersama seorang teman kuliah. Ku suruh mereka untuk pulang sendiri. Dhiko nampak khawatir dengan alasan aku yang pergi dengan tidak jelas. Pasti dalam pikirannya, aku adalah tanggung jawab dia malam ini. Sepantasnya aku kembali ke rumah bersama Dhiko. Tapi, aku tetap memutuskan untuk pergi bersama Riza dan menelpon Ibu bahwa aku pergi bersama teman kampusku yang lain. Lalu aku pergi bersama orang yang aku kagumi dan aku impikan itu. Tidak disangka.
               
                Hallo Holla J
Hari yang gak pernah terencana di pikiranku. Tapi yang pasti ini rencana Tuhan. Malam ini indah banget taaaauuuu. Bulan sama bintang tuh lagi bahagia banget ngeliat gue yang malam ini asik dengan hal baru dalam hidup gue. Apa si ituuuu?
NUMBER ONE : gue ngerasain sensasi ada di arena Drift Car. Asoooooy luar biasa banget. Lebih dari video-video yang gue tonton di internet.
NUMBER TWO : lo tau gaaaaaaaaaaaakk siiiii? Hari ini gue jalan sama RIZA ! wooowww aku bertemu dirinya di suatu tempat *Riza bilang gak boleh dibocorin ke siapa-siapa tentang pertemuan itu*. Di acara yang keren bangeeet *lagi-lagi Riza gak ngebolehin gue rokes* okeee begitu lah. Waaahh awal yang baik nih antara gue sama Riza. Hahaha THANKS GOD
Hayo hayo kira-kira gue bakal tidur gaak nih malem? Yang pasti gue akan tidur, secara capek banget woi  haha biar  aja senengnya dilanjutin di mimpi, ye gaaak?
Tapi tapi tapi…. Lagi lagi gue keingetan sama ORION. ORION WHRE’RE YOOOOUUUU OHAIMISYU *katrok* PLEASE CALL ME ORION IF YOU READ THIS POST L
TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar