Senin, 12 Agustus 2013

Kisah Ilmuwan Muslim Zaman Kini, Muhammad Yunus

Kisah Ilmuwan Muslim Zaman Kini, Muhammad Yunus
Kerincisungaipenuh.com - Sufia Katun, ibu dari Muhammad Yunus, selalu membantu setiap orang miskin yang mengetuk pintu rumah mereka, baik itu sekadar meminjamkan barang ataupun uang. Pemandangan masa kecil Yunus inilah yang menginspirasinya untuk memberantas kemiskinan di Bangladesh dan akhirnya diganjar penghargaan Nobel.

Muhammad Yunus lahir 28 Juni 1940 di desa Bathua, Bengal Timur. Ia berasal dari salah satu keluarga mampu di desanya karena ayahnya, Hazi Dula Mia, merupakan penambang emas sukses dan mendorong anak-anaknya untuk sekolah setinggi langit. Sebagai salah satu keluarga berkecukupan, tak jarang keluarganya sering didatangi orang untuk meminta bantuan.

Masa kecil Yunus dihabiskan di desa hingga pada 1947 keluarganya pindah ke kota Chittagong karena bisnis perhiasan ayahnya maju pesat. Otak Yunus sangat cemerlang hingga pada 1965 ia mendapatkan beasiswa PhD bidang ekonomi di Vanderbilt University Graduate Program in Economic Development (GPED).

Lulus kuliah di AS, ia bergabung sebagai pengajar di Chittagong University dan menjadi salah satu ekonom Bangladesh. Pada 1974, Profesor Yunus bersama para mahasiswanya berkunjung ke desa Jobra, salah satu desa miskin dan mewawancarai seorang wanita yang membuat kerajinan dari bambu.

Dari wawancara tersebut, ia menemukan bahwa seorang pengrajin bambu membutuhkan pinjaman uang dengan jumlah kecil untuk membeli bambu. Bank-bank tradisional tidak mungkin memberikan pinjaman dengan jumlah kecil dengan bunga yang rendah.

Akhirnya, para pengrajin di sana kebanyakan meminjam uang melalui rentenir yang memberikan bunga 10 persen per minggu. Sistem ini membuat para lintah darat semakin kaya dan tidak membuat para masyarakat miskin memiliki bantalan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Saat itu, Yunus menyadari, ada sesuatu yang salah dari sistem ekonomi yang ia ajarkan. Akhirnya, ia berinisiatif untuk memberikan pinjaman dari kantongnya sendiri. Saat itu, Yunus memberikan pinjaman total US$27 kepada 42 orang perempuan di desa tersebut dan menghasilkan keuntungan US$0,2 per orang.

Ia menemukan, pinjaman dengan jumlah kecil dan bunga yang masuk akal tidak hanya membantu mereka bertahan hidup tetapi juga menimbulkan inisiatif para pelaku usaha untuk keluar dari jurang kemiskinan.

Pada 1976, Yunus mendapatkan pinjaman dari Janata Bank untuk memberikan pinjaman kepada orang miskin. Proyek Yunus ini berkembang pesat dan pada 1982 telah mencapai 28 ribu anggota. Semakin membesar, maka pada 1 Oktober 1983 Yunus bersama rekan-rekannya mendirikan Grameen Bank.

Grameen Bank yang berarti bank desa ini didirikan dengan berdasarkan prinsip-prinsip kepercayaan dan solidaritas. Grameen fokus untuk memberikan pinjaman untuk masyarakat miskin, khususnya kaum perempuan, dengan jumlah kecil dan dengan bunga yang rendah.

Namun, langkah Yunus ini mendapatkan berbagai tantangan, bahkan dari pemuka agama konservatif yang menyatakan haram menerima uang dari Grameen. Namun, Yunus pantang menyerah untuk memberantas kemiskinan di negaranya.

"Ketika kami merancang kredit mikro, tujuannya adalah untuk membantu orang keluar dari kemiskinan, tetapi beberapa orang menjauh dari motivasi tersebut. Namun, kami yakin menjangkau kelompok orang yang miskin, para wanita, mereka semua dapat bekerja jika diberikan kepercayaan," katanya saat wawancara eksklusif dengan New York Times April 2013 lalu.

Ia menggunakan sistem kelompok solidaritas, yaitu membentuk berbagai kelompok kecil informal untuk bersama-sama mendapatkan pinjaman dan para anggotanya bertindak sebagai mitra penjamin sesamanya agar setiap anggota mendukung satu sama lain untuk membayar pinjaman dan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan ekonomi keluarga.

Hasilnya luar biasa, Grameen Bank saat ini memiliki 8,4 juta peminjam di mana 96 persen di antaranya adalah perempuan. Ia juga mengembangkan berbagai inisiasi untuk rakyat miskin seperti Grameen Phone, operator seluler terbesar di Bangladesh yang sebagian besar pelanggannya merupakan rakyat miskin.

"Menghasilkan uang merupakan kebahagiaan dan merupakan pencipta semangat yang luar biasa," kata Yunus di depan miliuner dunia yang diselenggarakan PBB awal bulan Juli 2013. 

"Namun membuat orang lain bahagia itu kebahagiaan luar biasa dan lebih menarik dari pada menghasilkan uang," ujar Yunus yang membuat para miliuner tercengang. 

Usaha Yunus membangkitkan masyarakat miskin Bangladesh dari keterpurukan mendapatkan berbagai ganjaran, mulai dari penghargaan Nobel, Presidential Medal iofFreedom, Congressional Gold Medal dan lain-lain.

Yunus memang fokus memberdayakan perempuan miskin dan pengemis di negaranya tersebut untuk menjadi wirausaha.

"Saya pinjamkan uang ke wanita miskin sebesar US$30, dan saat mereka menerima uang tersebut ia bergetar, menggigil karena tidak percaya menerima uang sebesar itu seumur hidupnya. Dan saat ia merasa ada orang yang mempercayakannya menerima pinjaman uang, ia akan menjaga kepercayaan tersebut seumur hidupnya," kata Yunus.

"Dan kepada para pengemis, kami berikan pinjaman US$4-10 per orang. Saya katakan, uang ini dibelikan aksesoris dan makanan sehingga anda mempunyai barang untuk usaha," katanya.

Khusus untuk pengemis, Yunus menyatakan sekitar 25 ribu orang berhenti mengemis sepenuhnya karena mereka telah beralih menjadi penjual barang atau makanan dari pintu ke pintu yang sukses.

Untuk mengubah mental pengemis menjadi mental wirausaha tidaklah mudah. Namun, saat mereka diberikan kesempatan untuk mengubah hidupnya maka mereka akan mengerahkan seluruh kemampuan hidupnya. "Jangan paksa mereka untuk berhenti mengemis dalam semalam karena itu merupakan inti bisnis mereka," katanya.

Yunus menyebut model bisnisnya sebagai bisnis sosial, yang jauh dari sistem kapitalisme yang diartikan sebagai aktivitas manusia untuk mencari laba sebesar-besarnya. Yunus menempatkan bisnisnya dengan mengabaikan keuntungan pribadi dan fokus untuk mengembangkan manusia dan dunia.

"Perusahaan memperoleh laba, namun laba tetap dengan perusahaan. Pemilik hanya akan mendapatkan kembali investasi awal, tidak lebih. Saya tidak mengatakan untuk menjauh dari keuntungan, tetapi memisahkan dan menjalankan secara pararel," katanya.

Usahanya ini ditiru oleh berbagai lembaga keuangan dunia. Sekitar 40 negara di penjuru dunia membuat proyek yang mirip dengan Grameen Bank, termasuk Bank Dunia yang memprakarsai skema pembiayaan Grameen Bank ke seluruh dunia.

Semakin populernya Yunus di Bangladesh dan dunia membuat pemerintah Bangladesh menjadi takut. Dilansir BBC, pada Maret 2011 lalu, bank sentral yang memiliki 25 persen saham di Grameen Bank memecat Yunus sebagai Direktur Pelaksana. 

Bank Sentral mengatakan, profesor Yunus melanggar undang-undang pensiun dengan tetap memimpin Grameen Bank di usia 70 tahun, padahal batas wajib pensiun di Bangladesh 60 tahun.

Bank Sentral juga mengatakan Yunus tidak mendapatkan persetujuan pemerintah ketika ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana pada 1999 lalu. Media internasional menilai, pencopotan Yunus sebagai puncak pertikaian dengan pemerintah, di mana pada 2007 lalu Yunus berusaha membentuk partai baru.

Yunus berusaha melawan pencopotannya tersebut dengan mengajukan gugatan, yang ditolak oleh MahkamahAgung pada Mei 2011. Ia akhirnya menerima pemecatan dirinya namun tetap mengkritisi langkah pemerintah yang ia duga mau mengambil alih Grameen Bank.

"Sepertinya tujuan pemerintah mau mengambil alih Grameen Bank sepenuhnya. Mereka membentuk komisi dan mengusulkan saham peminjam bukanlah pemilik bank sebenarnya. Dewan Bank yang terdiri dari tiga wakil pemerintah dan sembilan wakil oleh peminjam diberhentikan oleh komisi karena aturan pemilihan dewan cacat," katanya.

Rekomendasi komisi pemerintah tersebut belum terjadi dan ia yakin para penduduk miskin yang merasakan manfaat langsung dari kehadiran bank dengan moto Bank for The Poor ini dapat melawan rencana pemerintah. "Grameen Bank dimiliki oleh 8,5 juta peminjam, dengan rata-rata memiliki lima anggota keluarga. Lebih dari 40 juta orang terlibat, dan mereka akan menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar