Oleh: NANI EFENDI
Menurut penjelasan Saksi Ahli, Professor Sukamto Satoto—Guru Besar Hukum Universitas Jambi—di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi, Rabu (21/8/2013), perekrutan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kerinci tidak sah secara hukum. Terhadap gugatan yang diajukan oleh Emil Peria itu, Professor Sukamto berkesimpulan, perekrutan PPK tidak sah, baik secara wewenang, substansial, maupun prosedural. Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh KPUD Kerinci, di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan Peraturan KPU Nomor 63 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Secara
substansial, pembentukan PPK oleh KPUD Kerinci bertentangan dengan Pasal 25 dan
Pasal 26 UU Nomor 15 Tahun 2011. Dengan demikian, pembentukan PPK batal demi
hukum (batal ex nunc). Dalam teori
hukum, jika keputusan itu batal demi hukum, maka keputusan itu dianggap tidak
pernah ada. Kemudian, secara prosedural, pembentukan PPK bertentangan dengan
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Peraturan KPU Nomor 63 Tahun 2009. Dari sisi
prosedural, keputusan pembentukan PPK dapat dibatalkan (batal ex tunc) atau dianggap ada sampai dengan
saat dibatalkan. Dengan demikian, menurut Professor Sukamto, PPK yang dibentuk
KPUD adalah ilegal. Oleh karena itu, konsekuensinya secara hukum adalah proses
Pemilukada Kerinci 2013 menjadi tidak sah dan batal demi hukum. Dengan kata lain, Pemilukada
menjadi “pemilukada yang ilegal”.
Namun anehnya, majelis hakim PTUN Jambi menolak
gugatan Emil Peria dengan alasan pihak Penggugat tidak punya legal standing (kedudukan atau
kepentingan hukum). Semestinya, jika pihak Penggugat tidak punya legal standing sidang tidak dapat
dilanjutkan. Artinya, persoalan legal
standing sudah selesai di tahap awal pemeriksaan di PTUN. Dengan kata lain,
jika Penggugat tidak punya legal standing, gugatan tersebut sudah harus ditolak
dari awal. Namun, kesimpulan tentang legal
standing atau kepentingan hukum justru muncul di akhir, yakni dalam putusan
hakim. Tentu, publik yang concern
dengan persoalan tersebut bertanya-tanya, “Ada apa dengan PTUN Jambi.
Mungkinkah PTUN Jambi sudah diintervensi oleh kekuatan politik?”
Seberapa Urgenkah PPK?
Dalam
Pasal 97 ayat (9) UU Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, terhadap
Keputusan yang dibatalkan oleh pengadilan, Pejabat Tata Usaha Negarayang
digugat hanya bisa melakukan tiga hal, yaitu (1) mencabut KeputusanTata Usaha
Negara yang disengketakan, (2) mencabut Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan dan menerbitkanKeputusan Tata Usaha Negara yang baru, dan (3)
menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal
3. Pasal 3 itu ialah jika Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan yang memang telah menjadi kewajibannya.
Nah,
berkaitan dengan Pemilukada Kerinci 2013, khususnya dalam hal pembentukan PPK, ketiga hal itu
tidak mungkin lagi dilakukan oleh KPUD Kerinci. Mengapa? Karena, jika KPUD
Kerinci mencabut Keputusannya tentang pembentukan PPK, maka PPK yang telah
dibentuk otomatis tidak punya legalitas dan wewenang lagi untuk menyelenggarakan
Pemilukada di tingkat kecamatan. Anggota PPK pun tidak mempunyai wewenang
lagi untuk membentuk PPS dan KPPS. Sebaliknya, jika KPUD mencabut Keputusannya
dan menerbitkan keputusan baru, maka akan bertentangan dengan Peraturan KPU
Nomor 63 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pembentukan PPK adalah paling lambat
7 (tujuh) bulan sebelum Pemilukada digelar. Hal itu juga tidak mungkin
dilakukan oleh KPUD. Artinya, jika
Emil menang di PTUN, apa pun yang akan dilakukan oleh KPUD ketika itu, PPK tetap
saja tidak sah secara hukum.
Upaya Banding
Bagaimana
melaksanakan putusan PTUN? Dalam Pasal 116 ayat (2)UU Nomor 5 Tahun 1986
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara,dijelaskan, apabila setelah 60 (enam puluh) hari,
terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak
Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang diperintahkan oleh
Pengadilan, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak
mempunyai kekuatan hukum lagi. Ini artinya, Pemilukada bisa saja digelar pada 8
September 2013. Namun, hasil Pemilukada tetap saja menjadi tidak sah secara
hukum. Selanjutnya, dalam Pasal 116, ayat (6) dijelaskan lagi, jika Pejabat
Tata Usaha Negara yang digugat tidak mau melaksanakan putusan pengadilan, ketua
pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan
pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi
pengawasan. Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum, hukum adalah
panglima, bukan politik. Namun,
apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. PTUN Jambi telah menolak gugatan Emil. Mungkinkah
Emil akan melakukan upaya banding?
NANI EFENDI
Pemerhati Sosial Politik, Tinggal di Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar