Selasa, 20 Agustus 2013

PEMIMPIN

Wawancara dengan Drs Prihatmoko,Mhi
 
Pemimpin adalah pengendali baik dan buruknya suatu bangsa karena pemimpin adalah figur utama dalam cerminan kehidupan sebuah bangsa. Semakin baik pemimpin, maka semakin baik pula bangsa tersebut dan kebobrokan sebuah negara adalah tidak lain karena kebobrokan pemimpinnya sendiri.

Kehausan akan hadirnya pemimpin yang agung membuat semakin banyaknya orng mencalonkan dirinya untuk menjadi figure yang di inignkan tapi benarkah hal itu adal jalan yang terbaik untuk memperbaiki bangsa dan Negara yang kian hari kain memburuk….!! Semakin hari bangsa kita mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan yang telah di alami kemarin, kemiskinan semakin merajalela, pengangguran dimana-mana dan citra bangsa Indonesia mulai terinjak-injak di mata dunia, seakan-akan indonesia kita sekarang sedang sakit dan koma tidak bisa bangun tanpa adanya perubahan yang signifikan, apakah ini terjadi disebabkan oleh para pemimpin kita yang semakin hari semakin memperihatinkan dan parahnya bangsa kita tidak menyadari kalau kita sedang di jajah oleh bangsa kita sendir….tampuk kepimimpinan hanya di jadikan media untuk membanggangkan dirinya sendiri seolah-olah ingin membuktiakn “inilah saya..”,kejadian dan konflik hanya membuat resah masyaraka tanpa adanya putusan yang prespektif , kesejahteraan seperti enggan untuk singgah di bumi Indonesia………….

Berikut ini adalah wawancara Redaksi dengan Drs Prihatmoko,Mhi. Beliau adalah salah satu pakar politik UNAIR..



Menurut pandangan bapak apa arti dari pemimpin ?

Pemimpin itu adalah salah satu dari anggota sebuah kehidupan bersama yang mana dia lebih bisa berperan dalam mengalahkan dan mengendalikan perilaku anggotannya yang banyak, dan dia akan dipatuhi selama berada dalam garis dan rambu-rambu yang telah disepakati ini berlaku baik dikalangan yang terdidik maupun yang tak terdidik.

Bagaimanakah dengan perkembangan pemimpin indonesia sekarang ?
Singkatnya pemimpin itu dibentuk terus menerus termasuk rakyat yang ikut membentuk dalam memilih siapa yang layak akan jadi pemimpin, setelah terjadi dinamika seperti itu bagi orang yang tidak memiliki pengalaman untuk melihat masa sekarang, mungkin akan menjadi kacau.

Kalau begitu sejak kapan perubahan perkembangan pemimpin terjadi?

Setelah jatuhnya pak Harto,apalagi ditambah dengan adanya globalisasi dan revolusi informasi yang semakin intensif dari itulah dimulainya perubahan yang menyebabkan diferensiasi dan mengakibatkan munculnya pemimpin-pemimpin tersendiri dalam suatu lingkungan.

Apakah perubahan itu terjadi sejak masa transisi yang di tandai dengan turunnya pak Harto ?

Sebelumnya sudah, memang ada masa degredasi pada pak Harto, boleh dikatakan pak harto tidak mampu menahan perubahan-perubahan, misalnya tekanan-tekanan internasional mengharuskan indonesia melakukan perubahan-perubahan sistem seperti demokrasi, kalau indonesia mengaku demokrasi reformasi seharusnya pemerintah tidak memonopoli pers supaya lapisan masyarakat mendapat informasi lebih banyak, disitulah terjadi perubahan yang besar yang tidak mampu ditahan oleh pak Harto, namun karena dorongan kesadaran hak asasi manusia, demokrasi, ekonomi pasar bebas dll. Sejak saat itulah pemimpin mengalami masa degredasi yang disebabkan muntahan dari pak harto.

Apa yang melatar belakangi dibentuknya demokrasi?

Sistem itu sebenarnya selalu dibentuk dan selalu dinegosiasikan antara pihak-pihak yang berbeda kepentingan , tapi dalam pengertian harus hidup bersama juga satu sisi bisa kita paparkan mulai tumbuhnya lapisan masyarakat yang terdidik dan banyak mendapat informasi yang makin bisa membanding-bandingkan. Jadi akibatnya tuntunan semakin meningkat dan kritis kemudian akhirnya mereka membentuk organisasi untuk memuluskan aturan mainnya, kemudian demokrasi di setujui dan di sepakati bersama dalam aturan main kepemerintahan

Termasukkah pilkada dalam pengaplikasian demokrasi ?

salah satunya ia memang, demokrasi itu kan berangkat dari asumsi bahwa semua orang itu setara dan sama, tidak ada yang kebih tinggi, rendah dan kuat semuanya sama, semua orang bebas untuk mengejar kebahagiannya dan dalam kehidupan bersama harus di organisir oleh prinsip seperti itu, tidak bisa lagi di paksa-paksakan. Semua orang butuh hidup bersama karena pada hakikatnya manusia adalah human social jadi sesama orang bebas dan setara, harus bersedia membuat sebuah aturan - aturan dan kesepakatan yang di antaranya dalam memilih pemimpin mereka sendiri. Yang salah satunya pilkada itu.

Tapi pada kenyataannya demokrasi (pemilihan secara langsung) menyebabkan dikotomi dalam masyarakat?
Demokrasi itu membutuhkan budaya politik bahwa perbedaan itu adalah budaya yang wajar, namun setiap orang harus dilatih untuk membicarakan perbedaan yang kemudian dijadikan kebaikan bersama supaya nantinya tidak terjadi dikotomi dalam masyarakat dan kadang pula banyak orang melihat perbedaaan itu tidak hanya sekedar beda, banyak dari mereka mengartikan perbedaan yaitu baik-buruk dan salah benar. Seolah-olah dirinya sendiri yang paling benar, lalu disitu terjadinya tuding menuding antara baik dan benar, tapi pada kenyataannya mereka tidak siap untuk berunding.

Tentang masyarakat yang termarjinalkan bahkan dilecehkan oleh pemerintah, pendapat bapak ?

pemimpin sebenarnya tidak seenaknya menggunakan kekuasaannya untuk merugikan warganya sendiri apalagi aklamasinya salah dan melanggar hak sasi manusia. Sekarang banyak contoh peraturan yang digugat dan direfisi ulang, baru di syahkan lagi digugat lagi, terus seperti itu jadi ada jaminan sistem tertentu sehingga harus dibuat sistem yang jelas dan juga dibutuhkan budaya yang lebih matang dalam menerima perbedaan. Dalam rangka membangun demokrasi bersama

Apakah fenomena itu terjadi disebabkan oleh degradasi kepemimpinan?

antara lain ya, tapi sebenarnya kita jangan hanya mengandalkan solusi dari seseorang. Yang harus dibangun ialah aturan mainnya, seandainya kita memilki aturan main yang bagus kita tak akan tergantung siapa dan bagaimana pemimpinnya. Kalau kita bandingkan antara partai politik dengan tentara atau polisi, tentara dan polisi ini kan tidak tertlalu risau siapa panglimanya. Selama aturan mainnya jelas dan terdapat mekanisme yang efektif. kalau partai kan masih belum mampu, bahkan beberapa partai masih banyak bergantung pada figur orangnya itulah sebenarnya yang mengganggu keefektifitasan sistem itu sendiri

Mengapa sampai terjadi fenomana pemimpin yang biasa melayani rakyat kok malah rakyat yang jadi pelayan ?

salah satu dari faktor itu dikarenakan masyarakat kita tidak bisa berorganisasi dengan baik misalnya dalam pilkada yang sebenarnya yang berdaulat adalah masyarakat. Lantas, masyarakat akan memperkerjakan pemimpin sendiri yang dibayar oleh masyarakat dengan APBD, kemudian itu akan menjadi kontrak antara pemimpin dan rakyatnya. Salah satu faktor lain adalah karena masyarakat kita tidak bisa menentukan kita mau apa dan mau bagaimana.

Rakyat atau pemimpinkah yang salah ketika seorang pemimpin gagal dalam masa kepemimpinannya ?

Dalam hal ini tidak ada kata benar dan salah, namun coba mengerti mengapa sampai terjadi masalah seperti itu. Bagaimana yang seharusnya dan apa yang bisa kita kerjakan dan kita usahakan. Juga kita di tuntut kesadaran bahwa kita tdak bisa membangun kebersamaan dengan terus menerus mencari siapa yang salah, kehidupan bersama tidak akan pernah lebih baik kalau hanya mencari siapa yang salah. Bisa saja seorang pemimpin itu mengeluarkan uang ketika dia ingin menjadi pemimpin tapi yang seperti saya katakan tadi kontraktor dan yang di kontrak, yang mana kontraktor harus mengeluarkan beberapa uang sebagai biaya pengenalan dan meyakiknkan seorang yang akan dikantrakt begitulah yang terjadi antara calon pemimpin dan masyarakat, tapi celakanya kita sebagai pemilih sering menjual kedaulatan. Seperti yang terjadi di Jawa Tengah, di sana terdapat sepanduk yang bertuliskan “nggak ono duit nggak nyoblos’ (tidak ada uang tidak nyoblos,jawa Red.) berarti terjadi negoisasi yang sangat tidak pas.

Efektifkah dengan terlalu banyaknya Parpol di Indonesia ?

Terlalu banyak atau tidak itu sebenarnya tergantung kemampuan bernegoisasinya.

Lantas di mana letak kesuksesan seorang pemimpin ?.

Ukuran efektifnya kepemimipinan adalah bagaimana dia bisa membuat keputusan dan melaksanakannya. Lebih – lebih kalau keputusan yang di buat, dan efektifitas pelaksanaannya bisa diukur dari cita-cita bersama yang di sepakati.

Seperti apakah system yang ideal untuk Indonesia ?

Demokrasi sebenarnya system yang paling ideal, tinggal bagaimana melaksanakan mekanismenya (Aturan main.red).

Dari mana kita bisa melihat keidealisan seorang pemimpin ?

Kalau dilihat,. demokrasi itu hanya pelengkap. Pertama karakter seorang pemimpin adalah jujur. Amerika digambarkan oleh masyarakat yang terlalu bebas. Tetapi, begitu menyalon presiden itu di corect betul.Cacat sedikitpun di persoalkan. Nah, kita masyarakat yang mengaku bermoral tetapi malah tidak mempersoalkan masalah itu. Kita mulai dulu dari korupsi, masyarakat kita adalah kultur yang lembek. Kita berteriak – teriak anti korupsi, tapi kalau dapat bagian diam.Ini menggambarkan bahwa masyarakat itu belum siap untuk berdemokrasi yang tertib. Nah, sekarang ini banyak para ulama tidak di percaya lagi oleh masyarakat, karena ketahuan bermain seperti itu (uang.red)

Pesan bapak kepada para calon pemimpin bangsa ?

Saya selalu melihat begini, pemimpin itu terus menerus harus memimpin dan kepemimpinan itu harus di bentuk melalui mekanisme demokrasi. Nilai dan unsur demokrasi harus menjadi nilai dan unsur semua orang. Pemimpin di tingkat manapun di bidang apapun, harus membuat aturan main dan mengikatkan diri pada aturan-aturan yang dapat mempersatukan itu. (smanj.sch.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar